Monday, July 09, 2007

Beware! Great Performance Can Kill Your Business


Menciptakan “wow effect”, zero defect, superior sevice adalah sedikit dari banyak jargon-jargon yang didengungkan dunia usaha. Muaranya hanya satu, ingin menampilkan kinerja yang hebat, tanpa kesalahan, selalu tepat, dan bisa memenuhi harapan dan kebutuhan stakeholder terpentingnya, yaitu konsumen.

Hanya saja, apakah menjaga performa untuk selalu tampil sempurna benar-benar bisa menjamin perusahaan tetap eksis, dan konsumen selalu terpuaskan? Jawabannya tidak. Bahkan yang lebih mengejutkan lagi, performa yang selalu prima juga membuka peluang menuju kemunduran sebuah perusahaan. Bagaimana paradoks (penyimpangan) ini bisa terjadi?

Buku The Paradox of Excellence yang ditulis oleh David Mosby dan Michael Weissman menyediakan jawaban atas pertanyaan tersebut. Inti dari paradoks yang dipaparkan dalam buku bercover warna hijau ini adalah, ”Semakin bagus Anda menunjukkan kinerja, maka performance Anda semakin tak terlihat di mata konsumen,” karena, ”peningkatan performance tidak berarti persepsi nilai juga akan terdongkrak naik.”

Menurut Mosby dan Weissman, Anda patut waspada jika perusahaan Anda sedang mengalami beberapa gejala yang menuntun pada terjadinya paradoks. Antara lain, masalah kecil yang timbul di perusahaan mudah berubah menjadi serius. Kedua, Anda dan perusahaan Anda merasa kurang diberi apresiasi yang layak untuk kinerja bagus yang telah ditunjukkan. Gejala lain yang juga harus diwaspadai adalah, konsumen Anda semakin fokus pada kesalahan-kesalahan yang sebenarnya bersifat sepele, lebih sensitif terhadap harga, dan berpaling dari Anda tanpa disertai alasan yang jelas.

Terjadinya paradox of excellence mungkin bisa dianalogikan dengan kinerja antibiotik di dalam tubuh. Dosis antibiotik yang dibutuhkan untuk menyembuhkan sakit kesepuluh pasti lebih besar dibandingkan dosis untuk sakit pertama. Hal tersebut terjadi, karena penyakit mulai resisten terhadap dosis antibiotik yang dimasukkan ke dalam tubuh.

Begitu halnya dengan konsumen. Saat merasakan pengalaman konsumsi (consuming experience) pertama, tingkat kepuasannya mungkin masih tinggi dikarenakan persepsi nilai atas produk atau jasa yang masih tinggi. Semakin lama, maka mereka membutuhkan dosis yang lebih tinggi untuk mencapai tingkat kepuasan yang sepadan. “Wow effect“ yang terjadi pada pengalaman pertama tidak bisa terjadi lagi pada experience berikutnya.

Jika dicari akarnya, sebenarnya paradox of excellence merupakan permasalahan dalam ranah persepsi. Kinerja yang terus-menerus sangat baik akan membuat kinerja tersebut menjadi biasa dan tidak lagi istimewa. Konsumen mempersepsikan bahwa kinerja yang sangat bagus tersebut merupakan suatu hal yang wajar, memang seharusnya ditampilkan, dan bukan sebuah milestone. Dengan kata lain, paradox of excellence disebabkan oleh meningginya ekspektasi konsumen terhadap kinerja kita.

Selain menyediakan tools untuk mengidentifikasi gejala-gejala terjadinya paradox, dalam buku ini Mosby dan Weissman juga menyediakan resep untuk menghidari efek negatif paradoks of excellence. Salah satu di antaranya adalah, kita harus pandai-pandai mengidentifikasi, memahami, dan memanage ekspektasi konsumen secara lebih hati-hati. Selain itu, kita juga harus mampu mendefinisikan nilai yang membuat kita menonjol dibandingkan pesaing, sekaligus mengarahkan konsumen untuk melihat secara jelas nilai tersebut.

Latar belakang kedua penulis yang mewakili kalangan praktisi dan konsultan merupakan salah satu kekuatan buku ini. David Mosby adalah seorang CEO sebuah perusahaan software developer. Sementara itu, Michael Weissman adalah seorang konsultan strategi bisnis. Gabungan pemikiran dari kedua latar belakang tersebut, boleh dikatakan mampu menyuguhkan bacaan “berat” ala akademisi dengan bahasa renyah ala praktisi.

The Paradox of Excellence disajikan dengan gaya penulisan yang cukup unik, jika dibandingkan dengan buku-buku manajemen umumnya. Lebih dari 130 dari total 224 halaman merupakan kisah sebuah kasus paradoksial. Dikisahkan, sebuah perusahaan pengangkutan barang, Premiere Specialty Trucking, sedang mengalami masalah yang disebabkan oleh kinerja mereka yang terus-menerus baik. Secara mengejutkan, klien kunci mereka, MacroZip, memutuskan kontrak kerjasama. Padahal MacroZip merupakan penyangga terbesar Premiere, dengan 20 persen dari total revenue.

Merasa tidak melakukan kesalahan yang fatal, manajemen Premiere menggelar rapat khusus. Dari pertemuan secara terus menerus itulah, ditemukan akar permasalahan yang sedang dihadapi Premiere, yaitu paradox of excellence. Dari cerita inilah pembaca selanjutnya digiring menuju pemahaman yang lebih komprehensif mengenai paradox of excellence.

Meskipun didominasi oleh cerita, buku ini sebenarnya bukan buku yang sederhana dan dangkal. Selain kita bisa mengambil pelajaran dari kisah yang disajikan, pada bagian akhir buku, kedua penulis memaparkan dengan detail intisari kisah tersebut. Bagi kalangan akademis yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut, buku ini juga menyediakan alat yang lengkap berupa model penelitian, serta kuesioner. Kuesioner tersebut juga bisa dipakai untuk melakukan self assessment terhadap bisnis Anda.

(Telah terbit di majalah SWA no 13, Juli, 2007)